Halo semua, bertemu lagi dalam blog ini. Kali ini kita akan berbicara soal inovasi digital.
Seperti diketahui bersama, pesatnya pertumbuhan industri digital telah merebak ke seantero jagad. E-commerce, aplikasi online, website, dan lainnya sering kita jumpai dan kita gunakan sehari-hari. Ternyata inovasi dan revolusi digital juga akan menyasar ke industri keuangan.
Revolusi dan inovasi digital akan merombak industri keuangan secara global. Pesatnya pertumbuhan digitalisasi (internet) telah mendorong kalangan perbankan untuk lebih mendengarkan kebutuhan konsumen agar tetap kompetitif.
Dengan kompetisi yang semakin sengit dan pergeseran pilihan cara pembayaran yang kian menjadi tantangan industri keuangan, salah satu strategi yang harus digunakan antara lain mendengarkan konsumen dengan lebih seksama merupakan kunci untuk terus bersaing.
The Boston Consulting Group (BCG)–lembaga konsultasi manajemen global–mengadakan diskusi dengan para Chief Information Officers (CIO) terkemuka di Indonesia mengenai manfaat teknologi (technology advantage). Sesi diskusi tersebut membahas bagaimana revolusi digital yang tengah terjadi saat ini telah mengubah bagaimana bisnis beroperasi secara mendasar. Kini, hampir di setiap industri terdapat teknologi yang membuat perusahaan harus melakukan perubahan dan bertransformasi atau bahkan membentuk kembali industri secara keseluruhan.
Salah satu industri yang terkena dampak dari inovasi digital dan perubahan organisasi yang ekstensif adalah sektor keuangan. Seiring dengan bisnis pembayaran dan transaksi bank yang terus berevolusi dengan pesat di tengah-tengah inovasi digital dan iklim regulasi yang semakin ketat, bank dapat memenangi persaingan dengan memanfaatkan infrastruktur dan pengetahuan konsumen mereka yang luas.
“Akan ada gangguan (disruption) yang signifikan maupun kesempatan yang besar selama satu dekade kedepan di sektor pembayaran,” kata Edwin Utama, Partner and Managing Director BCG Jakarta, dalam keterangan tertulis.
Di Indonesia terdapat permintaan yang tinggi untuk beragam produk dan layanan keuangan dari masyarakat kurang mampu dan yang belum memiliki rekening bank. Pulau-pulau utama Jawa dan Sumatra dihuni oleh 80% dari total penduduk Indonesia, ini menunjukkan bahwa terdapat banyak kesempatan untuk sistem pembayaran yang inovatif. “Walaupun bank-bank terus menghadapi persaingan yang kian intensif, mereka sebenarnya memiliki aset untuk berperan penting dalam perkembangan pasar. Untuk terus memperoleh nilai dari bisnis pembayaran mereka, mereka harus mengambil tindakan yang tegas dalam berbagai dimensi: meningkatkan kesempurnaan interface digital, memperluas jangkauan layanan, meningkatkan efektivitas operasi, dan membentuk kemitraan dalam ekosistem pembayaran yang lebih luas. Bank-bank juga perlu mengakui bahwa nilai sektor pembayaran akan semakin cepat terwujud dengan memperdalam hubungan dengan pelanggan, tidak hanya dengan meningkatkan pendapatan secara langsung,” tambah Edwin Utama.
Munculnya telepon pintar (smartphone) dan aplikasi mobile memberikan kesempatan yang unik kepada bank untuk menjawab kebutuhan pelanggan yang semakin berkembang, baik untuk menambah maupun meningkatkan frekuensi interaksi yang pada akhirnya akan memperkuat hubungan dengan para pelanggan.
Konsumen terus ingin memiliki peningkatan terhadap kendali yang mereka miliki saat melakukan transaksi perbankan serta peningkatan terhadap visibilitas keuangan mereka. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bank dapat menawarkan fitur ponsel canggih, seperti kemampuan untuk menolak atau melaporkan transaksi yang dicurigai sebagai penipuan, menerima pemberitahuan yang sesuai dengan keinginan mereka masing-masing, tebusan rewards yang lebih fleksibel, atau mengaktifkan atau menutup kartu mereka. Khususnya konsumen yang lebih kaya, mereka mengharapkan perlakuan istimewa (misalnya, promosi untuk aplikasi mobile yang sukses seperti Uber atau GO-JEK) dan penawaran yang unik (misalnya akses pada acara eksklusif) yang dapat secara mudah disampaikan melalui aplikasi mobile.
Bank-bank juga memiliki akses terhadap data baru yang berharga – seperti informasi location-based context-aware yang dihasilkan dari penggunaan mobile-wallet dan aplikasi mobile – yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi penipuan dan memberikan program-program loyalitas yang bersifat lebih personal. Data-data tersebut dapat menjadi informasi yang sangat berguna, namun bank-bank perlu lebih berhati-hati untuk tidak melewati privasi dari setiap pelanggannya. BCG memperkirakan bahwa dua per tiga dari potensi nilai total big data berada dalam resiko apabila para stakeholders gagal untuk membangun batasan yang tepat dan dipatuhi oleh semua pihak.
“Dengan begitu banyak perubahan di dalam industri, satu hal yang tidak berubah adalah bahwa sektor pembayaran dan bisnis transaksi perbankan tetap menjadi sumber penting dari pendapatan yang dapat diandalkan serta menjadi pengikat dari hubungan dengan pelanggan dan loyalitas,” ujar Ralf Dreischmeier, BCG’s Global leader in the Technology Advantage Practice. “Hal-hal penting dari mereka hanya akan terus tumbuh di dunia digital.”(*)
Sources: di sini
Sarana bertukar informasi spesifik di sektor industri. Berbagi data, market trends, market analysis, database khusus, riset pasar, competitor intelligence, market intelligence, referensi bisnis, sumber data, outlook dan ulasan pasar, peta persaingan, kompetisi brand, dan lainnya.
Selasa, 17 November 2015
Senin, 02 November 2015
Digitalisasi Industri
Kami hadir kembali. Terima kasih karena setia mengunjungi blog ini. Kali ini kita akan berbicara tentang 'digitalisasi industri', topik yang up to date dan sangat luas. Mengapa luas, karena bisa saja menyebar menjadi 'industrialisasi digital' ataupun 'digitalisasi industri'.
Zaman sekarang, dunia digital seakan terus merangsek masuk ke sendi-sendi terdalam dalam kehidupan kita. Dari mulai kita membuka mata hingga sebelum tidur, dunia digital hadir dalam berbagai bentuk. Mulai dari pertemanan, jalinan keluarga, bisnis, hubungan sosial, dan lainnya sudah terhubung dengan dunia digital--dalam hal ini media sosial, internet, dan sebangsanya.
Begitu juga dengan industri. Dunia digital merangsek dan mengubah tatanan industri dengan berbagai upaya antara lain aplikasi dan viral promosi. Iklan, promosi, brand awereness, brand equity
mulai dilakukan di dunia digital yang berbasis internet. Dengan dukungan media sosial yang benar-benar 'menjajah' dunia, keempat hal itu tampak lebih mudah dan sporadis dilakukan.
Berbeda dengan promosi secara konvesional, seperti door to door atau penyebaran brosur/pamflet, promosi dan iklan di dunia digital memang lebih efisien, murah, efektif, dan tepat sasaran. Jangkauan dari promosi dan iklan di dunia digital juga lebih luas, world wide, bukan hanya satu lokasi tertentu seperti metode konvensional.
Di sinilah terdapat tren peralihan (swifting) yang mendasar dari cara-cara konvensional ke metode modern yang berbasis digital. Kata-kata e-commerce, aplikasi, website, viral apps, dan online branding menjadi lebih familiar di telinga kita saat ini, dibanding tiga atau lima tahun lalu.
Ditambah lagi berbagai aplikasi personal sharing yang terus mendunia, seperti facebook, twitter, whatsup, instagram, path, google+, seakan mendorong pelaku industri besar untuk masuk ke dalam itu untuk menjangkau konsumen yang lebih luas. Basis konsumen secara personal merupakan fondasi penjualan yang besar, mengingat keterkaitan inter-personal yang bisa dibangun antara brand dan konsumen.
Brand sebagai perwakilan dari industri ingin tetap dekat dengan konsumen di manapun dan kapan pun. Dengan penetrasi internet dan gadget yang begitu pesat, brand seakan ingin 'hidup berdampingan' dengan konsumen loyalnya. Bagaimana tidak, pengguna internet di Indonesia meningkat signifikan menjadi 82 juta orang pada tahun lalu. Sekitar 80% dari total pengguna internet di Indonesia didominasi para remaja berusia 15 tahun sampai 19 tahun.
Indonesia kini berada di peringkat 8 dunia dalam jumlah pengguna internet. Di sini lah letak digitalisasi industri, untuk menangkap 82 juta orang calon konsumen dari total penduduk Indonesia sebesar 252 juta orang.(*)
Zaman sekarang, dunia digital seakan terus merangsek masuk ke sendi-sendi terdalam dalam kehidupan kita. Dari mulai kita membuka mata hingga sebelum tidur, dunia digital hadir dalam berbagai bentuk. Mulai dari pertemanan, jalinan keluarga, bisnis, hubungan sosial, dan lainnya sudah terhubung dengan dunia digital--dalam hal ini media sosial, internet, dan sebangsanya.
Begitu juga dengan industri. Dunia digital merangsek dan mengubah tatanan industri dengan berbagai upaya antara lain aplikasi dan viral promosi. Iklan, promosi, brand awereness, brand equity
Berbeda dengan promosi secara konvesional, seperti door to door atau penyebaran brosur/pamflet, promosi dan iklan di dunia digital memang lebih efisien, murah, efektif, dan tepat sasaran. Jangkauan dari promosi dan iklan di dunia digital juga lebih luas, world wide, bukan hanya satu lokasi tertentu seperti metode konvensional.
Di sinilah terdapat tren peralihan (swifting) yang mendasar dari cara-cara konvensional ke metode modern yang berbasis digital. Kata-kata e-commerce, aplikasi, website, viral apps, dan online branding menjadi lebih familiar di telinga kita saat ini, dibanding tiga atau lima tahun lalu.
Ditambah lagi berbagai aplikasi personal sharing yang terus mendunia, seperti facebook, twitter, whatsup, instagram, path, google+, seakan mendorong pelaku industri besar untuk masuk ke dalam itu untuk menjangkau konsumen yang lebih luas. Basis konsumen secara personal merupakan fondasi penjualan yang besar, mengingat keterkaitan inter-personal yang bisa dibangun antara brand dan konsumen.
Brand sebagai perwakilan dari industri ingin tetap dekat dengan konsumen di manapun dan kapan pun. Dengan penetrasi internet dan gadget yang begitu pesat, brand seakan ingin 'hidup berdampingan' dengan konsumen loyalnya. Bagaimana tidak, pengguna internet di Indonesia meningkat signifikan menjadi 82 juta orang pada tahun lalu. Sekitar 80% dari total pengguna internet di Indonesia didominasi para remaja berusia 15 tahun sampai 19 tahun.
Indonesia kini berada di peringkat 8 dunia dalam jumlah pengguna internet. Di sini lah letak digitalisasi industri, untuk menangkap 82 juta orang calon konsumen dari total penduduk Indonesia sebesar 252 juta orang.(*)
Langganan:
Postingan (Atom)