Tidak mudah menjadi entrepreneur. Mungkin slogan itu sering kita dengar, baik dalam pembicaraan sehari-hari ataupun dari referensi lain.
Memang benar adanya, meskipun ada beberapa pengecualian. Tapi secara umum, perjalanan untuk menjadi entrepeneur yang sukses itu panjang dan berliku. Ibarat Thomas Alfa Edison yang butuh 900 kali kegagalan untuk meraih satu kesuksesan. Hanya 1 berbanding 900 kali percobaan.
Bisa dibayangkan ketekunan macam apa yang mampu mengantarkan Edison berhasil. Ataukah strategi apa yang dipakai hingga dia berhasil di percobaan ke-901?
Secara karakter, ada kemiripan antara percobaan Edison dengan sifat entrepreneur. Trial and error. Percobaan demi percobaan. Bahkan, entreprenur jauh lebih sadis: mengecilkan kegagalan dan memperbesar peluang keberhasilan.
Bagi entrepreneur, berdasarkan sumber sejumlah referensi, ruang untuk percobaan yang gagal itu demikian sempit sehingga pensil pun tidak akan masuk dalam lubang tersebut.
Kata-kata tantangan, rintangan, hambatan, keterbatasan, kekurangan menjadi makanan sehari-hari yang harus dihadapi dan dipecahkan. Dalam kondisi tersebut, masih ada satu kata yang harus dicapai, yakni pertumbuhan.
It's feels like impossible. Dalam kondisi serba kekurangan, bagaimana kita bisa mengejar pertumbuhan. Mana mungkin?
Dalam tataran konsep mungkin bisa, tapi bagaimana realitasnya? Apakah sama?
Di sinilah keunikan entrepeneur. Seperti karet, dia elastis dan fleksibel untuk mencari jalan untuk mencapai tujuan. Find another angle. Temukan strategi lain, jalan lain, taktik lain. Karena, dalam kesulitan pasti ada kemudahan. Dan dalam pertumbuhan, pasti ada profit.(*)
Sarana bertukar informasi spesifik di sektor industri. Berbagi data, market trends, market analysis, database khusus, riset pasar, competitor intelligence, market intelligence, referensi bisnis, sumber data, outlook dan ulasan pasar, peta persaingan, kompetisi brand, dan lainnya.
Rabu, 09 Desember 2015
Senin, 07 Desember 2015
Memahami Bisnis Digital Lebih Awal
Boleh jadi tahun 2015 yang sebentar lagi kita tinggalkan adalah tahun digital. Mengapa begitu? Di tengah perlambatan ekonomi Indonesia, depresiasi rupiah, kejatuhan harga komoditas, bisnis digital justru makin mengkilap.
Berbagai brand digital seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan lainnya justru makin bersinar ketika bisnis di industri lain mengalami penurunan. Apakah ini sekedar siklus atau justru telah membentuk tren tersendiri?
Dari berbagai referensi barulah diketahui ini sudah membentuk tren global. Google, Facebook, Whatsapp, Twitter telah memulai tren ini dan meroket dengan jumlah user hingga miliaran orang di seluruh penjuru dunia.
Menunggangi penetrasi smartphone, Google, Facebook, Whatsapp makin mengukuhkan diri di dunia. Secara umum, smartphone merupakan perangkat komputasi yang sudah jadi bagian hidup sehari-hari orang banyak. Hadapi kenyataan ini: smartphone anda lebih tahu siapa anda dibandingkan diri anda sendiri.
Saat ini smartphone adalah mesin tambang emas. Emas itu adalah data anda. Data ini tidak sekedar nama, gender, usia dan lokasi yang datanya anda masukkan ketika registrasi akun untuk mengakses Android (atau iPhone). Google tahu hobi dan perilaku anda dari aplikasi yang anda install dari Playstore. Mereka bisa secara presisi tahu lokasi anda dan tempat-tempat yang anda kunjungi lewat GPS untuk membaca minat anda.
Lewat email yang masuk ke smartphone, Google bisa tahu pekerjaan, relasi dan minat. Bahkan, bila anda sudah memakai Google Wallet yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran ke mesin EDC dengan cara tapping, Google tahu berapa pengeluaran anda dan dimana anda berbelanja. Data2 ini masih ditambah dengan data yang mereka dapatkan ketika anda menggunakan perangkat komputasi lain, PC contohnya. Kebetulan browser paling banyak dipakai adalah Chrome yang disinkronkan dengan akun Google anda. Situs apa yang anda kunjungi, berapa lama anda bertahan di situs tersebut, aktivitas apa yang anda lakukan, Google tahu. Inilah tren yang merebak saat ini.(*)
Berbagai brand digital seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan lainnya justru makin bersinar ketika bisnis di industri lain mengalami penurunan. Apakah ini sekedar siklus atau justru telah membentuk tren tersendiri?
Dari berbagai referensi barulah diketahui ini sudah membentuk tren global. Google, Facebook, Whatsapp, Twitter telah memulai tren ini dan meroket dengan jumlah user hingga miliaran orang di seluruh penjuru dunia.
Menunggangi penetrasi smartphone, Google, Facebook, Whatsapp makin mengukuhkan diri di dunia. Secara umum, smartphone merupakan perangkat komputasi yang sudah jadi bagian hidup sehari-hari orang banyak. Hadapi kenyataan ini: smartphone anda lebih tahu siapa anda dibandingkan diri anda sendiri.
Saat ini smartphone adalah mesin tambang emas. Emas itu adalah data anda. Data ini tidak sekedar nama, gender, usia dan lokasi yang datanya anda masukkan ketika registrasi akun untuk mengakses Android (atau iPhone). Google tahu hobi dan perilaku anda dari aplikasi yang anda install dari Playstore. Mereka bisa secara presisi tahu lokasi anda dan tempat-tempat yang anda kunjungi lewat GPS untuk membaca minat anda.
Lewat email yang masuk ke smartphone, Google bisa tahu pekerjaan, relasi dan minat. Bahkan, bila anda sudah memakai Google Wallet yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran ke mesin EDC dengan cara tapping, Google tahu berapa pengeluaran anda dan dimana anda berbelanja. Data2 ini masih ditambah dengan data yang mereka dapatkan ketika anda menggunakan perangkat komputasi lain, PC contohnya. Kebetulan browser paling banyak dipakai adalah Chrome yang disinkronkan dengan akun Google anda. Situs apa yang anda kunjungi, berapa lama anda bertahan di situs tersebut, aktivitas apa yang anda lakukan, Google tahu. Inilah tren yang merebak saat ini.(*)
Selasa, 17 November 2015
Inovasi Digital Akan Rombak Industri Keuangan
Halo semua, bertemu lagi dalam blog ini. Kali ini kita akan berbicara soal inovasi digital.
Seperti diketahui bersama, pesatnya pertumbuhan industri digital telah merebak ke seantero jagad. E-commerce, aplikasi online, website, dan lainnya sering kita jumpai dan kita gunakan sehari-hari. Ternyata inovasi dan revolusi digital juga akan menyasar ke industri keuangan.
Revolusi dan inovasi digital akan merombak industri keuangan secara global. Pesatnya pertumbuhan digitalisasi (internet) telah mendorong kalangan perbankan untuk lebih mendengarkan kebutuhan konsumen agar tetap kompetitif.
Dengan kompetisi yang semakin sengit dan pergeseran pilihan cara pembayaran yang kian menjadi tantangan industri keuangan, salah satu strategi yang harus digunakan antara lain mendengarkan konsumen dengan lebih seksama merupakan kunci untuk terus bersaing.
The Boston Consulting Group (BCG)–lembaga konsultasi manajemen global–mengadakan diskusi dengan para Chief Information Officers (CIO) terkemuka di Indonesia mengenai manfaat teknologi (technology advantage). Sesi diskusi tersebut membahas bagaimana revolusi digital yang tengah terjadi saat ini telah mengubah bagaimana bisnis beroperasi secara mendasar. Kini, hampir di setiap industri terdapat teknologi yang membuat perusahaan harus melakukan perubahan dan bertransformasi atau bahkan membentuk kembali industri secara keseluruhan.
Salah satu industri yang terkena dampak dari inovasi digital dan perubahan organisasi yang ekstensif adalah sektor keuangan. Seiring dengan bisnis pembayaran dan transaksi bank yang terus berevolusi dengan pesat di tengah-tengah inovasi digital dan iklim regulasi yang semakin ketat, bank dapat memenangi persaingan dengan memanfaatkan infrastruktur dan pengetahuan konsumen mereka yang luas.
“Akan ada gangguan (disruption) yang signifikan maupun kesempatan yang besar selama satu dekade kedepan di sektor pembayaran,” kata Edwin Utama, Partner and Managing Director BCG Jakarta, dalam keterangan tertulis.
Di Indonesia terdapat permintaan yang tinggi untuk beragam produk dan layanan keuangan dari masyarakat kurang mampu dan yang belum memiliki rekening bank. Pulau-pulau utama Jawa dan Sumatra dihuni oleh 80% dari total penduduk Indonesia, ini menunjukkan bahwa terdapat banyak kesempatan untuk sistem pembayaran yang inovatif. “Walaupun bank-bank terus menghadapi persaingan yang kian intensif, mereka sebenarnya memiliki aset untuk berperan penting dalam perkembangan pasar. Untuk terus memperoleh nilai dari bisnis pembayaran mereka, mereka harus mengambil tindakan yang tegas dalam berbagai dimensi: meningkatkan kesempurnaan interface digital, memperluas jangkauan layanan, meningkatkan efektivitas operasi, dan membentuk kemitraan dalam ekosistem pembayaran yang lebih luas. Bank-bank juga perlu mengakui bahwa nilai sektor pembayaran akan semakin cepat terwujud dengan memperdalam hubungan dengan pelanggan, tidak hanya dengan meningkatkan pendapatan secara langsung,” tambah Edwin Utama.
Munculnya telepon pintar (smartphone) dan aplikasi mobile memberikan kesempatan yang unik kepada bank untuk menjawab kebutuhan pelanggan yang semakin berkembang, baik untuk menambah maupun meningkatkan frekuensi interaksi yang pada akhirnya akan memperkuat hubungan dengan para pelanggan.
Konsumen terus ingin memiliki peningkatan terhadap kendali yang mereka miliki saat melakukan transaksi perbankan serta peningkatan terhadap visibilitas keuangan mereka. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bank dapat menawarkan fitur ponsel canggih, seperti kemampuan untuk menolak atau melaporkan transaksi yang dicurigai sebagai penipuan, menerima pemberitahuan yang sesuai dengan keinginan mereka masing-masing, tebusan rewards yang lebih fleksibel, atau mengaktifkan atau menutup kartu mereka. Khususnya konsumen yang lebih kaya, mereka mengharapkan perlakuan istimewa (misalnya, promosi untuk aplikasi mobile yang sukses seperti Uber atau GO-JEK) dan penawaran yang unik (misalnya akses pada acara eksklusif) yang dapat secara mudah disampaikan melalui aplikasi mobile.
Bank-bank juga memiliki akses terhadap data baru yang berharga – seperti informasi location-based context-aware yang dihasilkan dari penggunaan mobile-wallet dan aplikasi mobile – yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi penipuan dan memberikan program-program loyalitas yang bersifat lebih personal. Data-data tersebut dapat menjadi informasi yang sangat berguna, namun bank-bank perlu lebih berhati-hati untuk tidak melewati privasi dari setiap pelanggannya. BCG memperkirakan bahwa dua per tiga dari potensi nilai total big data berada dalam resiko apabila para stakeholders gagal untuk membangun batasan yang tepat dan dipatuhi oleh semua pihak.
“Dengan begitu banyak perubahan di dalam industri, satu hal yang tidak berubah adalah bahwa sektor pembayaran dan bisnis transaksi perbankan tetap menjadi sumber penting dari pendapatan yang dapat diandalkan serta menjadi pengikat dari hubungan dengan pelanggan dan loyalitas,” ujar Ralf Dreischmeier, BCG’s Global leader in the Technology Advantage Practice. “Hal-hal penting dari mereka hanya akan terus tumbuh di dunia digital.”(*)
Sources: di sini
Seperti diketahui bersama, pesatnya pertumbuhan industri digital telah merebak ke seantero jagad. E-commerce, aplikasi online, website, dan lainnya sering kita jumpai dan kita gunakan sehari-hari. Ternyata inovasi dan revolusi digital juga akan menyasar ke industri keuangan.
Revolusi dan inovasi digital akan merombak industri keuangan secara global. Pesatnya pertumbuhan digitalisasi (internet) telah mendorong kalangan perbankan untuk lebih mendengarkan kebutuhan konsumen agar tetap kompetitif.
Dengan kompetisi yang semakin sengit dan pergeseran pilihan cara pembayaran yang kian menjadi tantangan industri keuangan, salah satu strategi yang harus digunakan antara lain mendengarkan konsumen dengan lebih seksama merupakan kunci untuk terus bersaing.
The Boston Consulting Group (BCG)–lembaga konsultasi manajemen global–mengadakan diskusi dengan para Chief Information Officers (CIO) terkemuka di Indonesia mengenai manfaat teknologi (technology advantage). Sesi diskusi tersebut membahas bagaimana revolusi digital yang tengah terjadi saat ini telah mengubah bagaimana bisnis beroperasi secara mendasar. Kini, hampir di setiap industri terdapat teknologi yang membuat perusahaan harus melakukan perubahan dan bertransformasi atau bahkan membentuk kembali industri secara keseluruhan.
Salah satu industri yang terkena dampak dari inovasi digital dan perubahan organisasi yang ekstensif adalah sektor keuangan. Seiring dengan bisnis pembayaran dan transaksi bank yang terus berevolusi dengan pesat di tengah-tengah inovasi digital dan iklim regulasi yang semakin ketat, bank dapat memenangi persaingan dengan memanfaatkan infrastruktur dan pengetahuan konsumen mereka yang luas.
“Akan ada gangguan (disruption) yang signifikan maupun kesempatan yang besar selama satu dekade kedepan di sektor pembayaran,” kata Edwin Utama, Partner and Managing Director BCG Jakarta, dalam keterangan tertulis.
Di Indonesia terdapat permintaan yang tinggi untuk beragam produk dan layanan keuangan dari masyarakat kurang mampu dan yang belum memiliki rekening bank. Pulau-pulau utama Jawa dan Sumatra dihuni oleh 80% dari total penduduk Indonesia, ini menunjukkan bahwa terdapat banyak kesempatan untuk sistem pembayaran yang inovatif. “Walaupun bank-bank terus menghadapi persaingan yang kian intensif, mereka sebenarnya memiliki aset untuk berperan penting dalam perkembangan pasar. Untuk terus memperoleh nilai dari bisnis pembayaran mereka, mereka harus mengambil tindakan yang tegas dalam berbagai dimensi: meningkatkan kesempurnaan interface digital, memperluas jangkauan layanan, meningkatkan efektivitas operasi, dan membentuk kemitraan dalam ekosistem pembayaran yang lebih luas. Bank-bank juga perlu mengakui bahwa nilai sektor pembayaran akan semakin cepat terwujud dengan memperdalam hubungan dengan pelanggan, tidak hanya dengan meningkatkan pendapatan secara langsung,” tambah Edwin Utama.
Munculnya telepon pintar (smartphone) dan aplikasi mobile memberikan kesempatan yang unik kepada bank untuk menjawab kebutuhan pelanggan yang semakin berkembang, baik untuk menambah maupun meningkatkan frekuensi interaksi yang pada akhirnya akan memperkuat hubungan dengan para pelanggan.
Konsumen terus ingin memiliki peningkatan terhadap kendali yang mereka miliki saat melakukan transaksi perbankan serta peningkatan terhadap visibilitas keuangan mereka. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bank dapat menawarkan fitur ponsel canggih, seperti kemampuan untuk menolak atau melaporkan transaksi yang dicurigai sebagai penipuan, menerima pemberitahuan yang sesuai dengan keinginan mereka masing-masing, tebusan rewards yang lebih fleksibel, atau mengaktifkan atau menutup kartu mereka. Khususnya konsumen yang lebih kaya, mereka mengharapkan perlakuan istimewa (misalnya, promosi untuk aplikasi mobile yang sukses seperti Uber atau GO-JEK) dan penawaran yang unik (misalnya akses pada acara eksklusif) yang dapat secara mudah disampaikan melalui aplikasi mobile.
Bank-bank juga memiliki akses terhadap data baru yang berharga – seperti informasi location-based context-aware yang dihasilkan dari penggunaan mobile-wallet dan aplikasi mobile – yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi penipuan dan memberikan program-program loyalitas yang bersifat lebih personal. Data-data tersebut dapat menjadi informasi yang sangat berguna, namun bank-bank perlu lebih berhati-hati untuk tidak melewati privasi dari setiap pelanggannya. BCG memperkirakan bahwa dua per tiga dari potensi nilai total big data berada dalam resiko apabila para stakeholders gagal untuk membangun batasan yang tepat dan dipatuhi oleh semua pihak.
“Dengan begitu banyak perubahan di dalam industri, satu hal yang tidak berubah adalah bahwa sektor pembayaran dan bisnis transaksi perbankan tetap menjadi sumber penting dari pendapatan yang dapat diandalkan serta menjadi pengikat dari hubungan dengan pelanggan dan loyalitas,” ujar Ralf Dreischmeier, BCG’s Global leader in the Technology Advantage Practice. “Hal-hal penting dari mereka hanya akan terus tumbuh di dunia digital.”(*)
Sources: di sini
Senin, 02 November 2015
Digitalisasi Industri
Kami hadir kembali. Terima kasih karena setia mengunjungi blog ini. Kali ini kita akan berbicara tentang 'digitalisasi industri', topik yang up to date dan sangat luas. Mengapa luas, karena bisa saja menyebar menjadi 'industrialisasi digital' ataupun 'digitalisasi industri'.
Zaman sekarang, dunia digital seakan terus merangsek masuk ke sendi-sendi terdalam dalam kehidupan kita. Dari mulai kita membuka mata hingga sebelum tidur, dunia digital hadir dalam berbagai bentuk. Mulai dari pertemanan, jalinan keluarga, bisnis, hubungan sosial, dan lainnya sudah terhubung dengan dunia digital--dalam hal ini media sosial, internet, dan sebangsanya.
Begitu juga dengan industri. Dunia digital merangsek dan mengubah tatanan industri dengan berbagai upaya antara lain aplikasi dan viral promosi. Iklan, promosi, brand awereness, brand equity
mulai dilakukan di dunia digital yang berbasis internet. Dengan dukungan media sosial yang benar-benar 'menjajah' dunia, keempat hal itu tampak lebih mudah dan sporadis dilakukan.
Berbeda dengan promosi secara konvesional, seperti door to door atau penyebaran brosur/pamflet, promosi dan iklan di dunia digital memang lebih efisien, murah, efektif, dan tepat sasaran. Jangkauan dari promosi dan iklan di dunia digital juga lebih luas, world wide, bukan hanya satu lokasi tertentu seperti metode konvensional.
Di sinilah terdapat tren peralihan (swifting) yang mendasar dari cara-cara konvensional ke metode modern yang berbasis digital. Kata-kata e-commerce, aplikasi, website, viral apps, dan online branding menjadi lebih familiar di telinga kita saat ini, dibanding tiga atau lima tahun lalu.
Ditambah lagi berbagai aplikasi personal sharing yang terus mendunia, seperti facebook, twitter, whatsup, instagram, path, google+, seakan mendorong pelaku industri besar untuk masuk ke dalam itu untuk menjangkau konsumen yang lebih luas. Basis konsumen secara personal merupakan fondasi penjualan yang besar, mengingat keterkaitan inter-personal yang bisa dibangun antara brand dan konsumen.
Brand sebagai perwakilan dari industri ingin tetap dekat dengan konsumen di manapun dan kapan pun. Dengan penetrasi internet dan gadget yang begitu pesat, brand seakan ingin 'hidup berdampingan' dengan konsumen loyalnya. Bagaimana tidak, pengguna internet di Indonesia meningkat signifikan menjadi 82 juta orang pada tahun lalu. Sekitar 80% dari total pengguna internet di Indonesia didominasi para remaja berusia 15 tahun sampai 19 tahun.
Indonesia kini berada di peringkat 8 dunia dalam jumlah pengguna internet. Di sini lah letak digitalisasi industri, untuk menangkap 82 juta orang calon konsumen dari total penduduk Indonesia sebesar 252 juta orang.(*)
Zaman sekarang, dunia digital seakan terus merangsek masuk ke sendi-sendi terdalam dalam kehidupan kita. Dari mulai kita membuka mata hingga sebelum tidur, dunia digital hadir dalam berbagai bentuk. Mulai dari pertemanan, jalinan keluarga, bisnis, hubungan sosial, dan lainnya sudah terhubung dengan dunia digital--dalam hal ini media sosial, internet, dan sebangsanya.
Begitu juga dengan industri. Dunia digital merangsek dan mengubah tatanan industri dengan berbagai upaya antara lain aplikasi dan viral promosi. Iklan, promosi, brand awereness, brand equity
Berbeda dengan promosi secara konvesional, seperti door to door atau penyebaran brosur/pamflet, promosi dan iklan di dunia digital memang lebih efisien, murah, efektif, dan tepat sasaran. Jangkauan dari promosi dan iklan di dunia digital juga lebih luas, world wide, bukan hanya satu lokasi tertentu seperti metode konvensional.
Di sinilah terdapat tren peralihan (swifting) yang mendasar dari cara-cara konvensional ke metode modern yang berbasis digital. Kata-kata e-commerce, aplikasi, website, viral apps, dan online branding menjadi lebih familiar di telinga kita saat ini, dibanding tiga atau lima tahun lalu.
Ditambah lagi berbagai aplikasi personal sharing yang terus mendunia, seperti facebook, twitter, whatsup, instagram, path, google+, seakan mendorong pelaku industri besar untuk masuk ke dalam itu untuk menjangkau konsumen yang lebih luas. Basis konsumen secara personal merupakan fondasi penjualan yang besar, mengingat keterkaitan inter-personal yang bisa dibangun antara brand dan konsumen.
Brand sebagai perwakilan dari industri ingin tetap dekat dengan konsumen di manapun dan kapan pun. Dengan penetrasi internet dan gadget yang begitu pesat, brand seakan ingin 'hidup berdampingan' dengan konsumen loyalnya. Bagaimana tidak, pengguna internet di Indonesia meningkat signifikan menjadi 82 juta orang pada tahun lalu. Sekitar 80% dari total pengguna internet di Indonesia didominasi para remaja berusia 15 tahun sampai 19 tahun.
Indonesia kini berada di peringkat 8 dunia dalam jumlah pengguna internet. Di sini lah letak digitalisasi industri, untuk menangkap 82 juta orang calon konsumen dari total penduduk Indonesia sebesar 252 juta orang.(*)
Kamis, 29 Oktober 2015
Antara Investasi, Industri, dan Aplikasi
Selamat datang kembali pengunjung. Setelah membahas soal investasi terutama private fund, kali ini kita akan mengulas keterkaitan antara investasi dengan industri, distribusi, dan aplikasi.
Mengapa itu semua terkait? Karena jika dirunut satu per satu, akan terbentuk pola lingkaran utuh.
Investasi membutuhkan landasan (underlying) aset produktif yang umumnya berbentuk industri. Di sisi lain, industri membutuhkan distribusi, aplikasi, dan investasi untuk terus berkembang.
Inilah mata rantai industri yang bisa mempercepat profitisasi. Kita sebut saja the next generation of industrial super cycle.
Distribusi dan aplikasi dibutuhkan terutama sebagai penghubung antara industri dan konsumen. Dengan demikian tampak jelas alur produk dari mulai hulu hingga hilir.
Dengan adanya era digitalisasi, distribusi yang dahulu dilakukan secara konvensional sedikit demi sedikit bergeser ke arah aplikasi. Penetrasi internet yang diperluas oleh media sosial seakan menyebarkan virus aplikasi dengan kecepatan tinggi.
Kata 'kecepatan' menjadi inti dari lingkaran mata rantai industri ini. Siapa yang paling cepat menggerakkan lingkaran ini dapat memenangkan persaingan di pasar.(*) #shareIdea #wildestDream
Selasa, 27 Oktober 2015
Berinvestasi Cepat dengan Divestama Private Fund
Divestama merupakan private fund (skema investasi private to private/P-to-P) yang berlandaskan (underlying) sektor riil di Indonesia yang memberikan keuntungan tercepat dan tertinggi.
Divestama bukanlah investasi bodong, spekulasi, dan multilevel marketing (MLM). Private fund ini dibuka secara terbatas, khusus, dengan periode tertentu untuk menggerakkan mata rantai industri yang memberikan keuntungan tercepat dan tertinggi.
Kami menyadari, dalam kerjasama investasi, tentu investor sangat mengutamakan kepercayaan, keamanan, dan kesinambungan. Karena itu, Divestama ditopang oleh manajemen yang efisien dan efektif, aset dasar yang likuid, dan perputaran yang cepat untuk menghindari missmanagement.
Divestama akan menjaga rasio modal dasar dengan dana investor 4:1 sehingga memudahkan untuk mempertahankan cash flow ke depan. Divestama merupakan pionir penyatuan sektor riil di Indonesia dengan skema investasi langsung.
Untuk membangun kepercayaan, Divestama turut didukung sejumlah aset dalam sektor riil yang bernilai melebihi dari dana yang dikumpulkan dari investor ritel (perbandingan 4:1). Divestama akan menekankan pada produktivitas aset yang tinggi serta perputaran cepat untuk memberikan keuntungan tertinggi bagi investor.
Sebagai perbandingan, rata-rata keuntungan (bagi hasil) dari Divestama sekitar 10% dalam 45 hari. Dalam periode investasi tersebut, dana investor akan diputar dalam sektor riil sehingga menghasilkan keuntungan yang tinggi dan cepat. Setelah periode investasi tersebut selesai (45 hari), dana investor akan dikembalikan beserta bagi hasil sebesar 10%.
Mengapa harus joint dengan Divestama?
1. Kecepatan
Kami memberikan keuntungan (bagi hasil) dan pengembalian modal awal tercepat. Dengan merebaknya tren digital serta internet, kecepatan merupakan pondasi awal bagi sebuah sistem baru. Untuk itulah sistem investasi Divestama hadir untuk menjawab tantangan tersebut. So, we like super fast speed.
2. Pengelola Andal/Menguasai Industri
Divestama sudah terintegrasi dengan mata rantai industri yang lengkap, sehingga alur distribusi modal dapat transparan dan hasil memuaskan.
3. Minim Risiko
Risiko dalam setiap usaha tentu ada. Bagaimana strategi meminimalkannya, itu yang menjadi tanggung jawab kami. Dengan rasio modal dasar vs cumulative funds 4:1, Divestama berupaya mempertahankan cash flow yang solid untuk mendukung profitabilitas.
4. Bagi Hasil Tinggi
Sampailah kita pada tahap keempat, saat buah telah matang dan siap dinikmati. Secara singkat, Divestama ingin memberikan keuntungan (bagi hasil) 10% dalam 45 hari dan modal Anda kembali. Tunggu apalagi.
Rabu, 14 Oktober 2015
Bermula dari Ide Membangun Private Fund
Bagi yang lebih paham dan lebih menguasai, mohon jangan ragu memberikan saran atau pendapat.
Memulai private fund lebih ringan didengar daripada dilakukan. Atau, ini hanya ide gila dari penulis saja. Tapi, bagaimanapun, jika Anda memiliki ide investasi brilian tapi belum mencobanya, tidak ada salahnya untuk mencoba.
Berbicara tentang private fund, banyak teori dan pendekatan yang bisa diambil. Berliku-liku memang. Tapi, jika Anda masih memiliki hati untuk memulaiya, inilah yang dibutuhkan.
Pertama: Strategi?
Investor Anda akan ingin tahu persis bagaimana Anda berencana untuk membuat profit dari uang mereka. Anda perlu menunjukkan bahwa Anda memiliki cara yang berbeda melaksanakan strategi-strategi pencarian profit.
Punya Rekam Track?
Anda juga harus membuktikan bahwa strategi Anda telah bekerja di masa lalu di berbagai kondisi yang berbeda. Ini lebih sulit daripada yang terlihat. Investor institusional biasanya mencari private fund denga track record tiga tahun.
Punya Uang?
Anda harus memiliki investor awal. Dana awal tersebut bisa datang dari:
Uang Anda sendiri
Teman dan keluarga
Kantor Keluarga
Dana pensiun dan lembaga
Investor ingin melihat bahwa kumpulan dana private fund juga sebagian berasal dari pengelola (manajer investasi) sehingga akuntabilitas dan kredibilitasnya terjamin.
Pengelola private fund juga harus memikirkan pendapatan dari model bisnis ini. Di negara maju, struktur pendapatan pengelola private fund bisa dikalkulasi 2:20 yang berarti biaya pengelolaan triwulanan 2% dan biaya kinerja tahunan sekitar 20% dari keuntungan.(bersambung)
Sabtu, 10 Oktober 2015
Mengenal Lebih Intim dengan Private Fund
Selamat datang pengunjung. Kali ini kita mau mengenal lebih intim dengan private fund. Apakah itu?
Private Fund lebih populer dikenal Private Equity Fund saat ini telah banyak bertumbuh di Indonesia, sebagian besar masih berasal dari luar negeri dan hanya beberapa perusahaan yang jumlahnya tidak banyak berasal dari dalam negeri. Masih belum banyak yang mengetahui bagaimana proses kerja atau business model sebuah private equity. Definisi Private Equity sendiri adalah perusahaan yang bergerak dengan melakukan investasi dengan membeli saham di perusahaan-perusahaan dengan tujuan menghasilkan profit pada saat menjual saham itu kembali.
Private Equity mendapatkan dana dari Limited Partner yang biasanya berasal dari empat sumber. Pertama adalah dana pensiun yang mengelola keuangan yang dikumpulkan dari potongan gaji para pegawai sebuah perusahaan peserta program dana pensiun. University Endowment adalah dana yang disumbangkan atau dihibahkan ke universitas dan ini biasanya diawasi oleh pemberi donor, karena itu investasinya hanya bersifat terbatas dan tidak beresiko.
Sovereign Wealth Fund (SWF) merupakan pooling dari uang yang berasal dari cadangan suatu negara, yang disisihkan untuk tujuan investasi yang akan menguntungkan ekonomi dan warga negara. Pendanaan untuk dana sovereign wealth (SWF) berasal dari cadangan bank sentral yang menumpuk akibat anggaran dan perdagangan surplus, dan bahkan dari pendapatan yang dihasilkan dari ekspor sumber daya alam. Jenis-jenis investasi yang dapat diterima termasuk dalam setiap SWF bervariasi dari satu negara ke negara; Negara-negara dengan masalah likuiditas membatasi investasi ke instrumen utang publik yang sangat cair.
Wealthy Family adalah keluarga-keluarga kaya yang mau melakukan investasi berasal dari tabungan mereka yang mengharapkan nilai lebih (value added) dari bunga bank yang standar. Kalau pernah mengenal daftar orang-orang kaya di dunia atau di Indonesia merekalah yang akan menaruh uangnya untuk bisa mendapat keuntungan yang lebih besar dan menggelembungkan kekayaan mereka.
Dengan kata lain, private fund merupakan kumpulan dana dari perorangan atau institusi untuk dikelola fund managers dalam periode tertentu guna menghasilkan keuntungan. Nah tugas dari fund manager (manajer investasi) adalah mengelola dana itu untuk dapat membuahkan laba yang menggiurkan.
Dasar dari kerjasama pengumpulan dana itu terletak pada kepercayaan, analisis investasi yang mumpuni, dan tentu mengatur risiko bisnis. Tanpa ketiga faktor tersebut, manajer investasi akan sulit mengumpulkan dana.
Jika berhasil, manajer investasi telah memperoleh satu tahap dalam model bisnis ini. Langkah selanjutnya, memilih instrumen investasi.
Untuk menghasilkan laba yang besar, manajer investasi akan memilih instrumen yang tepat untuk memutar kumpulan dana di kantongnya. Biasanya dana tersebut disuntikkan kepada perusahaan sekarat yang kurang modal tetapi berprospek baik. Dengan sedikit efisiensi (sentuhan), perusahaan itu bisa bangkit lagi sehingga ketika dijual oleh manajer investasi, nilainya lebih tinggi. Di sinilah laba terbentuk sebagai sasaran private fund.
Bagaimana, Anda berminat mendirikan private fund? Selamat mencoba
Private Fund lebih populer dikenal Private Equity Fund saat ini telah banyak bertumbuh di Indonesia, sebagian besar masih berasal dari luar negeri dan hanya beberapa perusahaan yang jumlahnya tidak banyak berasal dari dalam negeri. Masih belum banyak yang mengetahui bagaimana proses kerja atau business model sebuah private equity. Definisi Private Equity sendiri adalah perusahaan yang bergerak dengan melakukan investasi dengan membeli saham di perusahaan-perusahaan dengan tujuan menghasilkan profit pada saat menjual saham itu kembali.
Private Equity mendapatkan dana dari Limited Partner yang biasanya berasal dari empat sumber. Pertama adalah dana pensiun yang mengelola keuangan yang dikumpulkan dari potongan gaji para pegawai sebuah perusahaan peserta program dana pensiun. University Endowment adalah dana yang disumbangkan atau dihibahkan ke universitas dan ini biasanya diawasi oleh pemberi donor, karena itu investasinya hanya bersifat terbatas dan tidak beresiko.
Sovereign Wealth Fund (SWF) merupakan pooling dari uang yang berasal dari cadangan suatu negara, yang disisihkan untuk tujuan investasi yang akan menguntungkan ekonomi dan warga negara. Pendanaan untuk dana sovereign wealth (SWF) berasal dari cadangan bank sentral yang menumpuk akibat anggaran dan perdagangan surplus, dan bahkan dari pendapatan yang dihasilkan dari ekspor sumber daya alam. Jenis-jenis investasi yang dapat diterima termasuk dalam setiap SWF bervariasi dari satu negara ke negara; Negara-negara dengan masalah likuiditas membatasi investasi ke instrumen utang publik yang sangat cair.
Wealthy Family adalah keluarga-keluarga kaya yang mau melakukan investasi berasal dari tabungan mereka yang mengharapkan nilai lebih (value added) dari bunga bank yang standar. Kalau pernah mengenal daftar orang-orang kaya di dunia atau di Indonesia merekalah yang akan menaruh uangnya untuk bisa mendapat keuntungan yang lebih besar dan menggelembungkan kekayaan mereka.
Dengan kata lain, private fund merupakan kumpulan dana dari perorangan atau institusi untuk dikelola fund managers dalam periode tertentu guna menghasilkan keuntungan. Nah tugas dari fund manager (manajer investasi) adalah mengelola dana itu untuk dapat membuahkan laba yang menggiurkan.
Dasar dari kerjasama pengumpulan dana itu terletak pada kepercayaan, analisis investasi yang mumpuni, dan tentu mengatur risiko bisnis. Tanpa ketiga faktor tersebut, manajer investasi akan sulit mengumpulkan dana.
Jika berhasil, manajer investasi telah memperoleh satu tahap dalam model bisnis ini. Langkah selanjutnya, memilih instrumen investasi.
Untuk menghasilkan laba yang besar, manajer investasi akan memilih instrumen yang tepat untuk memutar kumpulan dana di kantongnya. Biasanya dana tersebut disuntikkan kepada perusahaan sekarat yang kurang modal tetapi berprospek baik. Dengan sedikit efisiensi (sentuhan), perusahaan itu bisa bangkit lagi sehingga ketika dijual oleh manajer investasi, nilainya lebih tinggi. Di sinilah laba terbentuk sebagai sasaran private fund.
Bagaimana, Anda berminat mendirikan private fund? Selamat mencoba
Jumat, 09 Oktober 2015
Investasi Saham Bergairah dalam Jangka Pendek
Dalam tiga hari IHSG dan rupiah sama-sama menguat cukup signifikan. Menutup perdagangan Jumat (9/10), IHSG ditutup naik 97,9 poin (+2,18%) pada level 4.589,4 dengan nilai transaksi sebesar Rp 8 Triliun.
TOP Gainers :
BUMI Rp. 67 (+34%)
AGRS Rp. 137 (+19,13%)
DGIK Rp. 83 (+18,57%)
HEXA Rp. 1.930 (+18,04%)
JPFA Rp. 435 (+17,89%)
TOP Losers :
WOMF Rp. 72 (-10%)
TAXI Rp. 293 (-9,85%)
JKON Rp. 785 (-9,77%)
LPGI Rp. 5.250 (-9,48%)
PICO Rp. 125 (-8,76%)
Saham teraktif hari ini:
KREN Rp. 2.490
BBRI Rp. 10.550
PGAS Rp. 3000
ASII Rp. 6.700
ADHI Rp. 2.140
Asing Net BUY (All board) : 175,3 M
Asing Net BUY (Pasar Reguler) : 246,88 M
Foreign Net BUY Stock In Lot (Pasar Reguler) : ENRG, PWON, BKSL, BBRI, ASII
Foreign Net SELL Stock In Lot (Pasar Reguler) : BUMI, ADRO, KLBF, KIJA, TLKM.(*)
TOP Gainers :
BUMI Rp. 67 (+34%)
AGRS Rp. 137 (+19,13%)
DGIK Rp. 83 (+18,57%)
HEXA Rp. 1.930 (+18,04%)
JPFA Rp. 435 (+17,89%)
TOP Losers :
WOMF Rp. 72 (-10%)
TAXI Rp. 293 (-9,85%)
JKON Rp. 785 (-9,77%)
LPGI Rp. 5.250 (-9,48%)
PICO Rp. 125 (-8,76%)
Saham teraktif hari ini:
KREN Rp. 2.490
BBRI Rp. 10.550
PGAS Rp. 3000
ASII Rp. 6.700
ADHI Rp. 2.140
Asing Net BUY (All board) : 175,3 M
Asing Net BUY (Pasar Reguler) : 246,88 M
Foreign Net BUY Stock In Lot (Pasar Reguler) : ENRG, PWON, BKSL, BBRI, ASII
Foreign Net SELL Stock In Lot (Pasar Reguler) : BUMI, ADRO, KLBF, KIJA, TLKM.(*)
Rabu, 07 Oktober 2015
Belajar Berinvestasi Selagi Muda
Investasi, satu kata yang sering didengar tapi bingung untuk dilakukan, menurut pandangan khalayak umum. Mengapa begitu?
Boleh jadi kebingungan itu karena edukasi atau informasi yang sedikit atau kapok lantaran pernah mengalami kerugian.
Ambil contoh, berinvestasi di saham. Kita tentu pernah dengar ada orang yang untung hingga 100% dalam waktu singkat, tapi lebih banyak yang mengalami kerugian. Itu karena investasi saham sangat fluktuatif, tergantung sentimen, isu, proyeksi keuangan perusahaan, pengaruh eksternal, dan lainnya.
Risiko investasi di saham cukup besar untuk investor pemula. Tetapi untuk investor yang sudah tahu trik dan edukasi saham, tentu sangat menggiurkan.
Selain saham, ada instrumen investasi lain seperti reksadana, emas, properti, deposito, obligasi, dan lainnya. Masing-masing instrumen itu memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri.
So, selagi muda, kita harus perbanyak belajar instrumen investasi mana yang cocok dan dalam kondisi seperti apa.(*)
Boleh jadi kebingungan itu karena edukasi atau informasi yang sedikit atau kapok lantaran pernah mengalami kerugian.
Ambil contoh, berinvestasi di saham. Kita tentu pernah dengar ada orang yang untung hingga 100% dalam waktu singkat, tapi lebih banyak yang mengalami kerugian. Itu karena investasi saham sangat fluktuatif, tergantung sentimen, isu, proyeksi keuangan perusahaan, pengaruh eksternal, dan lainnya.
Risiko investasi di saham cukup besar untuk investor pemula. Tetapi untuk investor yang sudah tahu trik dan edukasi saham, tentu sangat menggiurkan.
Selain saham, ada instrumen investasi lain seperti reksadana, emas, properti, deposito, obligasi, dan lainnya. Masing-masing instrumen itu memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri.
So, selagi muda, kita harus perbanyak belajar instrumen investasi mana yang cocok dan dalam kondisi seperti apa.(*)
Sabtu, 03 Oktober 2015
Mengenal The Big Five Company di Industri CPO Indonesia
Boleh disadari Indonesia menjadi produsen kelapa sawit nomor wahid di dunia. Tapi tahukah Anda siapa saja jawara di industri CPO Indonesia.
Lima perusahaan besar sawit atau lebih dikenal The Big Five Company diperkirakan menguasai 75%-90% perdagangan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di Indonesia. Kelima perusahaan itu antara lain Wilmar Indonesia, Cargill Indonesia, Musim Mas, Golden Agri, dan Asian Agri.
Kelima perusahaan sawit tersebut menampung hampir 90% seluruh tandan buah segar (TBS) dan CPO Indonesia, termasuk di dalamnya TBS dari 4,5 juta sawit rakyat. Kelima perusahaan itu diketahui mengadopsi pledge (IPOP).
Salah satu perusahaan yang menjadi korban IPOP adalah PT Mopoli Raya Group (MRG). Owner PT Mopoli Raya Group, Sabri Basyah mengungkapkan sejak tiga bulan lalu pihaknya tidak bisa lagi menjual CPO ke grup usaha Wilmar.
“Ketika itu kami membuka lahan di daerah Langsa, Aceh Timur. Pembukaan lahan ini dianggap melanggar kriteria IPOP, sehingga Wilmar yang selama ini menjadi mitra bisnis kami, tak mau lagi membeli CPO kami. Padahal CPO yang kami jual ke Wilmar tersebut bukan dari lahan di Langsa, karena lahan tersebut memang belum berproduksi,” kata Sabri Basyah. (*) sumber: http://duniaindustri.com/lima-perusahaan-raksasa-kuasai-90-perdagangan-cpo-di-indonesia/
Langganan:
Postingan (Atom)