Tahun 2019 tinggal menunggu hitungan hari untuk dilewati. Lantas bagaimana prospek bisnis 2020, tentu hal itu terkait dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi negeri ini. Ada sejumlah pihak yang tetap optimistis tapi prudent dengan menyatakan 2020 sebagai pijakan untuk akselerasi. Tapi ada pihak lain yang pesimistis ditandai dengan berbagai tantangan yang mengadang.
Setelah berkutat dengan perlambatan ekonomi global yang ikut memperlambat ekonomi Indonesia sejak 2018 hingga saat ini, peluang untuk perbaikan tentu masih tersisa. Bagaimanapun di balik tantangan, pasti ada peluang. Bagi bisnis, peluang harus lebih diutamakan dibanding tantangan.
Boleh jadi 2019 tantangan memang banyak dan kompleks, tapi apakah akan tetap sama di 2020? Market leader dan new entry tentu berbeda pandangan dalam menilik prospek 2020. Market leader pasti mengutamakan kesinambungan (sustainability), sementara new entry cenderung mendobrak pasar dengan model baru, iming-iming baru, guna mendulang ceruk pasar.
Sekilas dari proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020, belum banyak bergeser dari 2019. Sejumlah pengamat dan analis masih mematok proyeksi di kisaran 4,8% - 5,2% untuk growth ekonomi RI 2020.
Leo Putra Rinaldy, Chief Economist Mandiri Sekuritas, misalnya mengatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2020 akan stabil pada kisaran 5,14%. Permintaan domestik, terutama investasi, akan menjadi pendorong utama, sedangkan ekspor masih penuh tantangan seiring kesimpangsiuran perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Leo menilai, dampak kebijakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) pada semester II 2019 serta regulasi fiskal yang berorientasi pada kemudahan investasi akan menjadi dua faktor pendukung yang mendorong pertumbuhan investasi Indonesia pada 2020. "Kondisi makro yang cenderung membaik mampu mendorong masuknya investasi, termasuk investasi asing ke Indonesia kedepannya," katanya dikutip dari keterangan pers pada Senin (9/12).
Meskipun terdapat potensi dampak dari sejumlah penyesuaian harga barang atau jasa yang diatur pemerintah (administered price), Leo mengatakan tingkat inflasi diperkirakan tetap stabil di bawah 4% pada 2020.
Sedangkan performa rupiah hingga November 2019 relatif stabil bahkan sempat menguat hampir 3%, menjadikan rupiah sebagai mata uang yang kinerjanya lebih baik dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Performa rupiah pada 2020 juga diproyeksikan tetap stabil seperti tahun ini. Kondisi ini merupakan refleksi dari kondisi ekonomi dan prospek bisnis yang solid dan terbilang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.
Salah satu tantangan terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia dan prospek bisnis pada masa depan adalah jebakan pendapatan menengah atau middle income trap. Isu ini juga dikemukakan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikan Presiden Republik Indonesia pada Oktober 2019.
Senada dengan Mandiri Sekuritas, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga memprediksi ekonomi Indonesia pada 2020 hanya tumbuh 4,85% hingga 5,1% atau jauh dari target pemerintah yang mencapai 5,3%. Hal ini tentu mempengaruhi prospek bisnis 2020.
Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan faktor pendorong melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia karena situasi perang dagang yang masih akan terus berlanjut hingga tahun 2020. Kondisi eksternal tersebut, kata Hariyadi, akan terus menekan nilai berbagai mata uang global, tak terkecuali Indonesia. Akibatnya, aliran dana asing yang masuk (capital inflow) ke Indonesia sedikit, karena masing-masing negara akan menjalankan praktik proteksionisme.
"Kelesuan perekonomian global dan perang dagang menjadikan aliran portofolio dana investor ke Indonesia menjadi terhambat sehingga hal ini menciptakan tekanan terhadap berbagai mata uang global, termasuk rupiah," katanya dalam Konferensi Pers "Outlook Perekonomian APINDO 2020", Jakarta, Selasa (10/12).
Sementara dari sisi internal, tekanan terhadap iklim investasi masih akan berlanjut. Biaya untuk menjalankan usaha baru (cost of doing business) masih menjadi tantangan utama, seperti perizinan usaha, ketenagakerjaan, logistik, perpajakan, akses lahan, biaya permodalan, energi, serta lemahnya daya beli.
Selain itu, proses politik yang baru saja berlangsung di Indonesia membutuhkan proses transisi. Hariyadi menilai, Kabinet Indonesia Maju yang baru saja terbentuk belum terlihat sepak terjangnya. Akibatnya, para investor melakukan tindakan wait and see. Apalagi, persoalan koordinasi antara pusat dan daerah yang kerap kali tak sinkron.
"Kabinet Indonesia Maju yang diharapkan membawa stabilitas politik, namun masih menghadapi tantangan yang cukup besar untuk efektivitas tata kelola Pemeríntahan Pusat dan Daerah," ujarnya.
Dengan prediksi kelesuan perekonomian nasional yang demikian, lanjutnya, dibutuhkan peran pemerintah untuk menjaga optimisme para pengusaha dan prospek bisnis 2020. Salah satunya adalah dengan memberikan insentif perpajakan dan memperbaiki regulasi ketenagakerjaan.
Bank Dunia (World Bank) justru lebih lugas dalam memandang perekonomian Indonesia. Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 berada di angka 5,0 persen atau lebih rendah dibandingkan prediksi sebelumnya 5,1 persen.
“Tahun ini perkiraan kami akan ada pertumbuhan ekonomi 5,0 persen. Sedikit melambat dari tahun sebelumnya 5,2 persen,” kata Lead Economist Bank Dunia Perwakilan Indonesia Frederico Gil Sander di acara Launching of The World Bank's Indonesia aeconomic Quarterly Report di Jakarta, Rabu (11/12).
Frederico mengatakan penurunan proyeksi tersebut dilakukan karena kondisi ekonomi global yang belum membaik akibat adanya perang dagang sehingga perekonomian Indonesia juga mengalami kondisi yang berat.
Tidak hanya itu, dia menuturkan kondisi ekonomi global yang tidak pasti itu juga membuat pertumbuhan investasi dalam negeri melambat serta harga komoditas yang turut menurun secara signifikan. Faktor inilah yang diduga menjadi pemicu utama penurunan proyeksi ekonomi Indonesia.
“Adanya trade shock. Jadi harga barang yang diekspor Indonesia turun dibandingkan dengan barang yang diimpor Indonesia," katanya.
Frederico menyebutkan konsumsi domestik--yang menjadi motor terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat--juga menyebabkan impor mengalami penurunan dalam jumlah besar. “Investasi yang menjadi motor ekonomi tiga tahun terakhir berkurang. Kemudian ada pengurangan demand dan pertumbuhan nett ekspor menurun serta permintaan domestik melemah,” ujarnya.
Sementara itu, menurut Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mulai membaik pada 2020 mendatang yaitu diprediksikan sebesar 5,1 persen sebab ketegangan perdagangan internasional dan ketidakpastian politik dalam negeri mulai berkurang.
Menurutnya, melalui penurunan ketegangan perdagangan internasional secara bertahap, ketidakpastian politik terkait pembentukan kabinet baru, biaya pinjaman, dan meningkatnya sentimen bisnis maka pertumbuhan investasi diperkirakan akan meningkat tahun depan.
“Dengan pulihnya nilai investasi dan upah pekerja maka pertumbuhan konsumsi swasta diproyeksikan secara umum akan stabil meskipun sedikit menurun pada 2020,” katanya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 06/Safarudin/Indra Prasojo)
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 175 database, klik di sini
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Annual report
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 175 database, klik di sini
- Butuh 23 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar