Konsumsi mie instan
di Indonesia sepanjang 2015 merupakan yang tertinggi kedua di dunia,
setelah China, menurut data World Instant Noodles Association (WINA).
Konsumsi sepuluh negara terbesar dari total 52 negara yang mengkonsumsi
mie instan berjumlah 97,7 miliar cup pada 2015.
Kesepuluh
negara terbesar pengkonsumsi mie instan itu adalah China/Hong Kong
(40,43 miliar), Indonesia (13,20 miliar), Jepang (5,54 miliar), Vietnam
(4,80 miliar), AS (4,2 miliar), Korea Selatan (3,65 miliar), Filipina
(3,48 miliar), India (3,26 miliar), Thailand (3,07 miliar), dan Brazil
(2,28 miliar).
Tingkat konsumsi di China hingga
Filipina pada 2014 tak banyak mengalami perubahan. China masih berkisar
sekitar 40 miliar cup dan Filipina mencapai 3 miliar cup.
Di Indonesia, Indofood Group
melalui anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), masih
menguasai pasar mie instan di Indonesia, meski persaingan di sektor
tersebut makin ketat. Dengan kapasitas produksi mi instan lebih dari 15
miliar bungkus per tahun, Indomie yang diproduksi Indofood CBP menguasai
pangsa pasar mi instan nasional sebesar 69,6% pada 2007 dan kemudian
naik menjadi 75,2% di 2011 dan terakhir sebesar 74%, menurut riset
duniaindustri.com.
Omzet bisnis mie instan Grup Indofood
yang dimotori PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) menembus Rp 20,6
triliun sepanjang 2015. Dengan jumlah tersebut, omzet penjualan mie
instan berkontribusi 65% terhadap total penjualan Indofood CBP pada
tahun lalu yang mencapai Rp 31,74 triliun.
Anthoni
Salim, Direktur Utama dan CEO Indofood CBP Sukses Makmur, menjelaskan
perseroan pada tahun lalu membukukan kenaikan penjualan neto konsolidasi
sebesar 5,7% menjadi Rp 31,74 triliun dibanding 2014 sebesar Rp 30,02
triliun. Kontribusi penjualan divisi mie instan masih menjadi yang
terbesar, yakni 65%, disusul dairy (19%), makanan ringan (6%), penyedap
makanan (2%), nutrisi & makanan khusus (2%), dan minuman (6%) dari
total penjualan neto konsolidasi.
Laba usaha tumbuh
25,3% menjadi Rp 3,99 triliun dari sebelumnya Rp 3,19 triliun. Margin
laba usaha naik menjadi 12,6% dari 10,6%. Laba bersih meningkat 13,5%
menjadi Rp 3 triliun dari sebelumnya 2,64 triliun seiring kenaikan
margin bersih dari 8,8% menjadi 9,5%.
“Kami senang Indofood CBP
berhasil mencatatkan kinerja yang baik pada 2015 di tengah kondisi
ekonomi makro yang penuh tantangan. Kami gembira dengan perkembangan
ekonomi dalam negeri yang terjadi hingga saat ini dan berharap 2016 akan
menjadi tahun yang lebih baik. Namun, kami akan tetap waspada terhadap
tantangan baru yang mungkin akan timbul,” ujarnya dalam keterangan
tertulis.
Indofood
CBP Sukses Makmur merupakan perusahaan yang menerima penggabungan empat
perusahaan di bawah Salim Group. Empat perusahaan itu adalah PT
Indosentra Pelangi, PT Gizindo Primanusantara, PT Indobiskuit Mandiri
Makmur, dan PT Ciptakemas Abadi. Proses penggabungan empat perusahaan
itu dimulai pada September 2009 dan tuntas 17 Maret 2010.
Indofood
CBP sendiri memproduksi mi instan dengan sejumlah merek andalan seperti
Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, Pop Mie, dan Pop Bihun.
Namun,
sejak 2003 dominasi Indofood di pasar mi instan mulai mengalami
penurunan dengan hadirnya Mie Sedap milik PT Sayap Mas Utama, anak usaha
Wings Group. Penurunan pangsa Indofood di mi instan terlihat pada 2002
pangsa pasanya 90%, kemudian menurun menjadi 75% pada 2003, dan pada
2007 sekitar 73,7% dengan menggabungkan pangsa Indomie, Supermie,
Sarimi, dan Pop Mie.
Pada 2005, PT Indofood Sukses Makmur
sempat menguasai sekitar 78% pangsa pasar mie instan di Indonesia.
Dominasi pangsa pasar tersebut berkurang dari sebelumnya hampir 90%
seiring dengan desakan KPPU agar persaingan harga yang lebih sehat.
Apalagi, beberapa pendatang baru dalam bisnis mie cepat saji ini pun
mulai bermunculan.
Sempat ditarik oleh Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) di Taiwan ternyata tidak memengaruhi pangsa
Indomie maupun Indofood. Perbedaan standar yang ditetapkan di Indonesia
dan Taiwan soal penggunaan pengawet Nipagin atau Methyl
p-hydroxybenzoate merupakan hal yang umum terjadi sehingga terjadi
perbedaan penerapan Codex Alimentarius Commission (CAC) oleh
masing-masing negara. melihat hal tersebut, peningkatan penjualan
Indomie diyakini akan kembali naik.
Dalam kurun waktu
beberapa tahun ke depan, dominasi produk-produk Indofood Grup (Indomie,
Supermi, Sarimi, Sakura, Pop Mie) di pasar mie instan diprediksi masih
akan sulit dipatahkan. Sebab, perusahaan pelopor mie instan dan terbesar
di dunia itu sudah memiliki brand equity dan cocok dikonsumsi di
Indonesia.
Meski begitu, persaingan bisnis mie instan
masih akan berkembang karena produsen lain juga melihat peluang besar di
sektor usaha ini. Industri mie instan yang memiliki nilai pasar cukup
besar pada 2008 lalu diperkirakan mampu menembus Rp15 triliun menarik
minat beberapa pemain di luar Grup Indofood dan Grup Wings. Angka ini
jelas membuat banyak perusahaan tertarik untuk ikut bersaing di pasar
mie instan.
Diketahui, sejak lima tahun terakhir pasar
mie instan hanya menjadi arena pertarungan antara Indomie (Grup
Indofood) dengan Mie Sedaap (Grup Wings). Keduanya menguasai sekitar 93%
dari seluruh pasar mi instan di Indonesia. Sementara sisanya dikuasai
sejumlah pemain kecil dalam industri tersebut.
Para
kompetitor yang berjumlah lebih dari 84 perusahaan siap menggerus ceruk
pasar Indomie. Mie Sedaap belakangan sangat agresif melakukan penetrasi
pasar guna merebut porsi Indomie. Alhasil, meski baru muncul pada Mei
2003 Mie Sedaap yang diproduksi PT Sayap Mas Utama (grup Wingsfood) kini
berhasil meraih 23,0% pangsa pasar dan membayangi Indomie di posisi kedua.(*/)
Sumber: di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar